Tiap orang pasti
menginginkan peningkatan taraf hidup seiring pertambahan usia dan
perkembangan karier. Tetapi bagaimana cara mengatur pengeluaran agar
tidak besar pasak daripada tiang?
“Kalau gaji Anda di atas UMR dan keuangan Anda masih morat-marit, mungkin yang salah bukan penghasilan, tetapi pengeluaran Anda yang berhubungan dengan gaya hidup,” ungkap Aidil Akbar Madjid, perencana keuangan dan pakar ekonomi mikro dan keluarga. Terlebih lagi dengan berbagai fasilitas perbankan, terutama kartu debit atau ATM, otomatis kita lebih sulit mengontrol pengeluaran.
Oleh karena itu, menurut Aidil, perlu diterapkan cara konvensional untuk membenahi kondisi finansial, yaitu dengan menggunakan amplop. Anda hanya perlu membagi penghasilan untuk dimasukkan secara berurutan ke tiga amplop: merah, kuning dan hijau.
Pertama, masukkan 10-25% penghasilan bulanan ke amplop merah untuk investasi jangka panjang, yang dibagi lagi ke sejumlah pos, seperti dana pendidikan anak, pensiun dan membeli rumah atau mobil. Berikutnya, masukkan 20-30% gaji ke amplop kuning untuk pengeluaran tahunan, dengan pos-pos pembayaran pajak, asuransi dan simpanan dana darurat. Setelah kedua amplop tadi terisi, barulah Anda boleh mengisi amplop terakhir dengan sisa gaji. Amplop itu berwarna hijau dan diperuntukkan bagi pengeluaran yang bersifat bulanan, seperti transportasi, makan, minum dan cicilan.
Tetapkan jumlah uang untuk tiap pos dalam masing-masing amplop. Kalau ada kelebihan penggunaan di satu pos, kekurangannya harus diambil dari pos lain di amplop yang sama, sehingga Anda pun harus berhemat.
Meski memiliki tabungan di bank, amplop merupakan cara manual mendisiplinkan pengeluaran, apalagi yang bersifat bulanan. “Bulan pertama digunakan untuk mengecek kondisi finansial. Bulan-bulan berikutnya baru boleh menggunakan satu rekening untuk pengeluaran bulanan, dan satu lagi untuk pengeluaran tahunan,” jelas Aidil.
Berhubung hanya isi amplop hijau yang boleh dikeluarkan sehari-hari, percayalah, Anda akan lebih berhati-hati mengeluarkan uang untuk hal-hal yang menjadi keinginan, bukan kebutuhan. Soalnya, begitu jumlahnya menipis, Anda otomatis berpikir dua kali untuk mengeluarkannya. (Yanti Novita Aslim/readersdigest.co.id)
“Kalau gaji Anda di atas UMR dan keuangan Anda masih morat-marit, mungkin yang salah bukan penghasilan, tetapi pengeluaran Anda yang berhubungan dengan gaya hidup,” ungkap Aidil Akbar Madjid, perencana keuangan dan pakar ekonomi mikro dan keluarga. Terlebih lagi dengan berbagai fasilitas perbankan, terutama kartu debit atau ATM, otomatis kita lebih sulit mengontrol pengeluaran.
Oleh karena itu, menurut Aidil, perlu diterapkan cara konvensional untuk membenahi kondisi finansial, yaitu dengan menggunakan amplop. Anda hanya perlu membagi penghasilan untuk dimasukkan secara berurutan ke tiga amplop: merah, kuning dan hijau.
Pertama, masukkan 10-25% penghasilan bulanan ke amplop merah untuk investasi jangka panjang, yang dibagi lagi ke sejumlah pos, seperti dana pendidikan anak, pensiun dan membeli rumah atau mobil. Berikutnya, masukkan 20-30% gaji ke amplop kuning untuk pengeluaran tahunan, dengan pos-pos pembayaran pajak, asuransi dan simpanan dana darurat. Setelah kedua amplop tadi terisi, barulah Anda boleh mengisi amplop terakhir dengan sisa gaji. Amplop itu berwarna hijau dan diperuntukkan bagi pengeluaran yang bersifat bulanan, seperti transportasi, makan, minum dan cicilan.
Tetapkan jumlah uang untuk tiap pos dalam masing-masing amplop. Kalau ada kelebihan penggunaan di satu pos, kekurangannya harus diambil dari pos lain di amplop yang sama, sehingga Anda pun harus berhemat.
Meski memiliki tabungan di bank, amplop merupakan cara manual mendisiplinkan pengeluaran, apalagi yang bersifat bulanan. “Bulan pertama digunakan untuk mengecek kondisi finansial. Bulan-bulan berikutnya baru boleh menggunakan satu rekening untuk pengeluaran bulanan, dan satu lagi untuk pengeluaran tahunan,” jelas Aidil.
Berhubung hanya isi amplop hijau yang boleh dikeluarkan sehari-hari, percayalah, Anda akan lebih berhati-hati mengeluarkan uang untuk hal-hal yang menjadi keinginan, bukan kebutuhan. Soalnya, begitu jumlahnya menipis, Anda otomatis berpikir dua kali untuk mengeluarkannya. (Yanti Novita Aslim/readersdigest.co.id)
0 komentar:
Posting Komentar